Kisah Korban Judi Slot

Hidup Semrawut Gegara Terpikat Judi Online

Niat hati mendapat untung instan, justru buntung yang dirasakan. Hal itu dialami orang-orang yang tergoda bujuk rayu judi online alias judol.

Salah satunya NR, pria 43 tahun yang hidupnya sempat semrawut gegara jerat judi online. Puluhan juta melayang tanpa bekas, padahal uang itu semestinya digunakan untuk kehidupan sehari-hari keluarga kecilnya di Cimahi.

NR punya empat orang anak dan seorang istri yang harus dinafkahi. Namun nafkah untuk keluarganya sempat mandek lantaran uang gaji hingga tabungan semua dicurahkan untuk bermain judi online.

"Kalau dihitung-hitung, saya dari awal main judi online sekitar 2 tahun lalu, sudah habis Rp70 juta lebih. Padahal untungnya enggak seberapa," tutur NR saat berbincang dengan detikJabar, Rabu (26/6/2024).

Awal perkenalannya dengan judi online, dari teman kerjanya. Dari penasaran itu, ia akhirnya mencoba dengan modal kecil. Di awal-awal, ia beberapa kali menang sehingga membuatnya terus penasaran.

"Awalnya tergiur karena ajakan teman. Coba dari bet kecil, terus menang beberapa kali. Akhirnya di awal itu pernah sampai max win, dari modal Rp600 ribu max win dapat Rp3,7 juta," kata NR.

Max win yang didapatnya itu, membuat NR kian semangat menyalurkan modal lebih besar. Psikologinya mendorong NR untuk tak berhenti bermain, apalagi jika ia gagal dapat untung.

"Karena ingin dapat lebih besar makanya bet besar juga. Misalnya di-withdraw Rp3,7 juta, Rp200 diputarkan lagi harapannya biar menang. Dari situ naik poinnya, tapi enggak di withdraw, keterusan tapi kalah. Hati sama pikiran itu jadi panas, enggak bisa berhenti," tutur NR

Pria yang bekerja sebagai pegawai swasta itu berkisah, pernah menghabiskan uang Rp16 juta hanya dalam waktu dua hari. Mirisnya lagi, uang itu merupakan uang untuk membayar biaya kuliah anak sulungnya.

"Padahal uang semesteran kuliah anak, tapi dipakai sedikit-sedikit. Enggak kerasa ternyata habis Rp16 juta cuma 2 hari. Jadi 2 hari itu saya enggak tidur, melek terus main judi online," kata NR.

Dampak buruk judi online itu ia rasakan. Sebab gegara uang Rp16 juta itu habis, sementara sang anak terus-terusan ditagih lantaran sudah habis waktu, akhirnya mimpi menjadi sarjana dari kampus keperawatan sirna seketika.

"Karena enggak bisa digantikan, akhirnya anak yang mengalah. Dia memutuskan berhenti kuliah di semester 3. Sedih lah pasti sebagai orangtua, karena enggak bisa mewujudkan cita-cita anak," kata NR.

Pengalaman pahit itu membuat NR akhirnya merenung dan banyak melamun. Tak disangka, hal itu belum membuatnya kapok. Sebab NR masih keranjingan judi, namun bingung tak punya modal.

"Jadi masih ingin main, tapi uang sudah enggak ada. Kalau kerja ya alhamdulillah masih berjalan sampai sekarang," tutur NR.

Sampai di satu titik, di tahun 2024 ia kemudian berhenti sedikit demi sedikit dari judi online. Ia bersyukur, namun sempat dibuat kaget ketika pemerintah hendak memberikan bantuan sosial untuk pelaku judi online.

"Alhamdulillah sudah berhenti, sempat sih main beberapa kali sebelum lebaran kemarin tapi enggak ketagihan lagi. Cuma kalau soal bansos (judi online), saya enggak setuju. Bukannya berhenti, tapi malah memberi jalan, jadi seperti dikasih modal sama pemerintah," ujar NR.

Serupa dengan NR, judi online juga sempat diandalkan AJ, pemuda 28 tahun asal Cimahi untuk mendapatkan cuan secara instan. Hal itu terbukti saat AJ pernah mendapat max win sebesar Rp60 juta.

"Pernah dapat max win Rp60 juta, tapi setengahnya saya putarkan lagi buat modal biar dapat untung lebih besar. Ternyata malah kalah," kata AJ.

Keuntungan itu selalu menjadi pelecut AJ untuk kembali berjudi. Sesekali ia menggunakan uang dari gajinya, sampai sempat di satu waktu gajinya habis semua untuk berjudi.

"Kalau saya paling parah uang gaji Rp3 juta itu habis buat judi. Enggak ada sisa sama sekali. Kalau dibilang berhenti belum, tapi enggak terlalu ketagihan seperti orang-orang sampai pinjam sana sini, jual ini itu buat judi," ujar AJ.

Hilang Rumah - Ditinggal Anak Istri Lalu Idap Gangguan Jiwa

Seorang pria asal Bandung menderita gangguan kejiwaan setelah terjerat judi online. Bahkan gegara judi online (judol) pria itu harus kehilangan segalanya, termasuk rumah dan keluarga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kisah itu diceritakan oleh Asep Kamho, pemilik Rumah Resolusi Indonesia, sebuah panti penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan metode rukiah di Kampung Ciembe, Desa Padabenghar, Kecamatan Jampang Tengah, Kabupaten Sukabumi.

"Dia sampai mengalami stres karena kecanduan judi online, sudah pinjam sana pinjam sini, gali lubang tutup lubang sampai akhirnya kehilangan segalanya. Dia pria berusia 35 tahun asal Bandung, diantar oleh Dinas Sosial setempat untuk mendapat perawatan di tempat saya," kata Asep Kamho kepada detikJabar, Sabtu (22/6/2024).

Menurut Asep, sejak awal kedatangan pria tersebut, menunjukkan tanda-tanda mengalami gangguan kejiwaan. Bicara meracau dan menunjukkan tanda depresi yang mendalam. Asep menyebut, racun kecanduan yang ditebar judi online membuat pria itu kehilangan akal sehatnya.

"Kita tangani dia, melalui metode rukiah, kemudian kita ajarkan berkebun aktif dengan penghuni lain di sini. Kita ajak juga untuk beternak, karena awal-awal datang itu murun, diajak apa-apa juga susah maunya diam terus di ruangan. Kebetulan kami di sini kan tidak ada sekat, tidak ada pengaman jadi kami biarkan berbaur dengan yang mengurus di sini," tuturnya.

Dalam hitungan beberapa bulan, pria tersebut mulai menunjukan perubahan. Menurut Asep, kecenderungan untuk berbaur mulai terlihat. Ia mulai bisa menceritakan kisah hidupnya dan mewanti-wanti soal bahaya bermain judi.

"Tapi masih selang seling ya, belum benar-benar pulih. tapi dia mulai mau cerita bahwa dia itu mulai ngeblank itu ketika rumah yang ditinggali sama anak istrinya dijual. Jadi karena istilahnya apa ya dia bilng itu, gacor ya jadi ada permainan bagus dia mengejar itu malam itu uang hasil jual rumah habis dan istrinya juga pergi dari rumah itu membawa anaknya pergi," ucap Asep.

Malam itu, kehidupan pria tersebut hancur. Tidak ada tempat pulang, sampai akhirnya terlunta-lunta dan mendapat penanganan dari Dinas Sosial.

"Dia terlunta-lunta di jalanan perutnya lapar semakin tertekan secara psikologisnya, dia langsung stress. Dia ini seorang laki-laki usia 35 tahunan, profesinya tidak bisa kita sebut ya, dia sekarang sudah pulang setelah mendapat perawatan selama 7 bulan. Kondisinya belum pulih total sekitr 75 persenan namun karena ada permintaan keluarga, akhirnya dia kita kembalikan ke keluarga," ujar Asep.

Penipuan judi online, yang telah terjadi di Kamboja setidaknya selama tujuh tahun terakhir, menargetkan orang-orang dari negara-negara Asia Tenggara yang membutuhkan pekerjaan. Para korban terpikat oleh iklan lowongan pekerjaan di media sosial dengan iming-iming gaji tinggi dan persyaratan yang mudah. Mereka kemudian dipaksa bekerja dengan mengajak orang-orang berinvestasi ke dalam perjudian di Kamboja, yang memiliki regulasi lemah terkait ini.

Apabila gagal memenuhi target, mereka dipukuli dan dibiarkan kelaparan di ruang penyiksaan. Beberapa korban bisa bebas setelah membayar uang tebusan, yang didapatkan keluarga mereka dengan cara meminjam ke kerabat hingga rentenir.

Mereka yang tidak mampu membayar tebusan memilih bunuh diri atau dibunuh. Organ-organ tubuh mereka lalu dijual ke negara lain.

Salah satu korban asal Vietnam, Chi Tin, kini menanggung utang senilai 88 juta VND atau sekitar Rp55,5 juta dengan bunga 20% per bulan dari rentenir. Korban lainnya seorang gadis berusia 15 tahun, An (bukan nama sebenarnya), asal provinsi Ben Tre, Vietnam, dibebaskan dengan tebusan USD3.640 (Rp53,7 juta) setelah disiksa dan dijual ke tiga perusahaan.

Penipuan serupa di Kota Bavet, yang dikenal sebagai ibu kota perjudian di Kamboja, juga menjebak dan mempekerjakan 600 warga negara Vietnam serta negara-negara lainnya, termasuk 62 warga negara Indonesia dan 66 warga negara Thailand, yang baru-baru ini berhasil diselamatkan.

Ini adalah kisah Tin. Dia menceritakan kejengkelannya, yang berawal dari obrolan singkat di aplikasi pengiriman pesan Zalo, setelah dia melihat iklan lowongan pekerjaan di Facebook.

Pada 22 Juni, seorang sopir menjemput saya di dekat Bandara Tan Son Nhat dan membawa saya ke Provinsi Long An untuk menjemput seseorang.

Saya bertanya kepada sopir, mengapa kami tidak mengarah ke perbatasan Moc Bai. Dia bilang, kami harus menghindari pemeriksaan keamanan.

Dia mengatakan bahwa dia akan membawa saya ke Kamboja dan menunggu di sana, lalu mengantar saya pulang. Kecurigaan saya pun hilang. Setelah itu, kami menuju perbatasan Binh Hiep.

Di perlintasan perbatasan, saya diminta menempuh jalur zig zag menggunakan ojek melewati persawahan untuk masuk ke wilayah Kamboja.

Begitu kami sampai, ada seorang sopir dan seorang anak laki-laki berusia 17 tahun menunggu kami di dalam mobil putih berkapasitas tujuh penumpang dengan plat nomor Kamboja.

Mereka membawa kami ke sebuah perusahaan China di Kota Bavet, yang berdekatan dengan perlintasan perbatasan Moc Bai.

Perusahaan itu berlokasi di kawasan seluas 5.000 m² dengan banyak gedung. Setiap gedung dimiliki oleh dua hingga tiga perusahaan.

Gerbang utamanya berupa pintu dengan dua lapis besi. Pada jarak 50 meter, terdapat gerbang lainnya dengan pos keamanan terletak di sisi kanan.

Setelah menyusuri gedung, ada sebuah pintu menuju kantor dan satu pintu lainnya menuju ke flat.

Flat yang disediakan terlihat seperti asrama pelajar dengan ranjang-ranjang susun.

Terdapat sejumlah pekerja dan penjaga. Para penjaga rutin berpatroli dari gedung ke gedung.

Ada seorang perempuan Vietnam yang mengecek paspor dan sertifikat vaksin Covid kami.

Setelah itu, dia mengecek berapa banyak kata yang bisa kami ketik dalam semenit. Dia tidak menyodorkan kontrak kerja maupun mendiskusikan gaji seperti yang dijanjikan.

Perempuan itu kemudian menyuruh kami beristirahat dan memberi sabun mandi, krim, serta sikat gigi. Dia meminta saya untuk mulai bekerja esok harinya pada pukul 10 pagi.

Esok harinya, saya harus bekerja selama 12 jam mulai pukul 10 pagi dengan waktu istirahat selama 30 menit pada jam 11 siang dan 5 sore.

Mereka memberi saya kartu SIM dari operator Vietnam seperti Viettel, Vina, dan Mobifone untuk membuat akun Zalo dengan foto laki-laki tampan dan perempuan cantik.

Saya diajarkan cara berbicara, berkonsultasi dan mengobrol. Saya harus menghubungi 15 orang setiap hari. Setidaknya lima dari mereka harus menyetorkan uang ke permainan judi, taruhan, dan lotere online sebesar 100 VND hingga 50 juta VND (Rp31,7 juta).

Saya juga harus bisa mengajak tiga sampai lima orang Vietnam untuk datang ke perusahaan kalau saya ingin pulang ke rumah.

Manajer meminta saya patuh bekerja, tidak melawan, dan tidak melarikan diri. Kalau tidak, saya akan dibawa ke ruang penyiksaan untuk disetrum dan dipukuli. Kalau saya bekerja dengan baik, saya akan baik-baik saja.

Bagaimana pun, banyak yang bercerita kalau saya tidak bisa memenuhi target, saya akan dibiarkan kelaparan dan dipukuli.

Tin: "Berapa banyak uang tebusan untuk membebaskan saya?"

Manajer: “US$2.600 (Rp38,5 juta)”

Mereka memberi saya sebuah kartu SIM, sehingga saya bisa mengabari keluarga saya untuk membayar tebusan.

Keluarga saya meminjam uang 88 juta VND (Rp55,5 juta) dari rentenir demi membebaskan saya. Ketika uang tebusan sudah ditransfer, mereka memaksa saya menghapus semua data telepon.

“Saya takut mereka hanya akan mengambil uang tebusan, lalu menjual saya ke perusahaan lain. Jantung saya berdebar dan saya khawatir.”

Saya bertanya kepada manajer dan dia meyakinkan saya, bahwa ini adalah perusahaan bereputasi, kata dia.

Pada 25 Juni, keluarga saya datang ke perbatasan Moc Bai dan menunggu saya di gerbang perusahaan.

Mereka pun membawa saya melewati empat lapis pemeriksaan keamanan untuk keluar dari gedung dan menemui keluarga saya.

Saya menangis begitu melihat ibu saya. Dia sudah tua dan tampak sangat khawatir. Saya bersyukur atas usaha ibu dan kakak laki-laki saya untuk menyelamatkan saya.

“Ibu dan kakakku tersayang, terima kasih karena tidak pernah menyerah denganku.”

Kami pulang ke Vietnam pada hari itu juga. Saya beruntung bisa kembali ke rumah dengan selamat.

Judi online telah menjadi fenomena yang menyebar luas di kalangan masyarakat, menyasar berbagai lapisan, profesi dan kelompok usia. Dampak negatifnya begitu luas, menghancurkan kehidupan banyak orang, termasuk di Jawa Barat.

Beberapa kisah korban judi online di wilayah ini sungguh membuat miris dan patut mendapat perhatian serius, betapa bahayanya dampak dari aktivitas tersebut. Dibutuhkan kesadaran kolektif dan tindakan nyata untuk melindungi masyarakat dari jerat judi online dan menyelamatkan mereka yang sudah terlanjur terjerumus ke dalamnya.

Iseng-iseng Main, Sadar Setelah Uang Ludes

Salah seorang pelaku judi online A (29) asal selatan Tasikmalaya, Jabar mengaku hanya iseng bermain judi online. Selain menghilangkan penat, dia juga hanya pasang taruhan (bet) paling kecil.

"Iseng aja melihat kawan main judi ketawa-ketawa. Kalau penat main. Lagian saya judinya hanya 200k betnya. Modalnyalah," kata A pada detikjabar Rabu (26/6/24).

Menurut A, meski hanya iseng namun ia pernah merasakan rugi yang cukup besar. Bahaya judi online ketika masang taruhan kecil dan terus kalah. Akhirnya, pundi uang pribadi habis tak terasa karena dipakai modal berjudi yang nominalnya kecil.

"Depo saya tidak lebih dari 50 ribu, pernah menang sampai Rp 4,8 juta. Tapi bahayanya kalau pasang depo dengan modal rendah, tidak terasa itu. Depo yang dicicil itu yang bahaya. Gak kerasa karena hanya 50 ribu, kalah. Masang lagi, kalah masang lagi gak kerasa tahunya 4,5 Juta," kata A.

A menambahkan hakikat judi online tidak menguntungkan. Kalaupun untung sebetulnya mengembalikan modal pemasang yang sudah kalah sebelumnya. Untungnya masih lebih sedikit dibanding kerugian kalah judi.

"Jadi sebenernya judi online itu kalau menang pun hanya mengembalikan modal kita yang dipasang tapi kalah terus. Nah sekalinya menang uang dari judi sebenarnya mengembalikan modal kita sebelumnya kalah. Yah kalau untung juga dihitung hitung tetep aja rugi, itu judi online," tambah A.

A akui mulai menyadari bahaya judi online saat kehilangan uang akibat kalah jutaan rupiah. Kesehatan mental, ekonomi keluarga dan keharmonisan keluarga bisa terancam.

"Yah saya sekarang mencoba menjauhi judi online," kata A.

Gila Angka Bikin Hidup Merana

Uang receh yang dikumpulkan CB (27) warga Kabupaten Sumedang ludes karena judi online. CB bekerja serabutan. Ketika tak ada uang untuk berjudi, CB langsung menjadi 'pengusaha', dalam kata lain menjual barang apapun yag ia miliki.

"Ya jadi pengusaha jual-beli, menjual semua yang ada. Tabung gas habis tiga saya jual. Sampai diomeli istri. Astagfirullah," katanya kepada detikJabar, baru-baru ini.

Sebagai pekerja serabutan, kadang berjualan basreng, kadang mengojek, kadang kuli di sawah, CB tak surut tekad untuk mencari peruntungan di sistem judi online. Meski dia sendiri sadar, dari satu kali menang, dia harus menelan kekalahan berkali-kali lipat.

"Pernah menang sekali, tapi uang itu tidak bisa menutup semua kerugian akibat kalah," katanya.

Dia memang tidak lama bermain dalam judi online yang perlu limit pasang Rp 100.000, sebab ia sadar bahwa sama 'bunuh dirinya' dengan teman-temannya yang lebih dahulu rungkad. Tapi, penyakit judi belum bisa dia hilangkan.

Dia masih main judi online kecil-kecilan. Maksudnya, yang taruhannya kecil, dengan limit Rp500 untuk satu nomor yang dipasang.

Dia selalu memasang dua nomor. Artinya itu perlu uang Rp 1000, dan itu dilakukannya dengan intensitas yang sering. Pernah suatu kali dia menang dan dengan kesadaran penuh dia menghabiskan uang itu supaya tidak jadi nafkah buat anak dan istrinya.

"Takut tidak berkah, saya habiskan saja buat rokok," katanya.

Seluruh pikiran CB terpusat pada bayangan angka-angka yang akan muncul pada situs judi. CB selalu merasa setiap angka yang dipandangnya seakan memiliki ikatan. CB menganggap angka-angka yang ia pandang itu merupakan tanda alam. Atau, tanda untuk dirinya berjudi kembali dan memasang angka yang ia tatap itu.

"Misalnya saya tiba-tiba bertemu seseorang, dan saya lihat pelat nomor kendaraannya. Ada empat angka tuh, itu bisa jadi dua pasang nomor. Sudah begitu saja gelagat alamnya," kata CB.

Yang lebih parah, jika ada terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa. CB mengatakan, para pemasang nomor judi selalu melihat hal tersebut sebagai gelagat alam yang meski tragis tetapi memberikan harapan menang.

Yakni, dengan memasang nomor pada pelat nomor kendaraan yang pemiliknya tewas dalam kecelakaan lalu lintas, sebagai angka judi. Apa yang dilakukan CB tak masuk logika. Penjudi pun meyakini memasang judi dengan menggunakan angka pelat nomor kendaraan yang kecelakaan menuai kemujuran.

“No More Bets” mengangkat cerita tentang kejahatan dunia nyata, sindikat penipuan online yang menjerat korbannya di negara asing. Dibintangi aktor seperti Zhang Yixing dan Li Qin, film ini tak hanya menyuguhkan thriller kriminal yang menegangkan, tapi juga sorotan tajam terhadap bahaya judi online.

Cerita berfokus pada Pan Sheng, programmer yang tergiur tawaran kerja menjanjikan di luar negeri. Begitu pula Anna Liang, seorang model yang diiming-imingi bayaran tinggi. Namun, setibanya di sana, mereka berdua justru terperangkap. Keduanya menyadari bahwa mereka berada di markas penipuan, dikekang untuk menjalankan aksi kejahatan online, yaitu skema perjudian online.

Film ini piawai membangun ketegangan. Penonton diajak melihat realita kelam dunia “fraud factory” dimana para korban dipaksa menjadi pelaku kejahatan. Tak hanya Pan Sheng dan Anna, sorotan juga diberikan pada berbagai pihak yang terlibat, mulai dari bos sindikat yang kejam hingga korban penipuan online.

“No More Bets” menghadirkan empat sudut pandang yang membahas perusahaan yang kerap menipu pelangannya melalui skema judi online. Kisah mereka diadaptasi dari banyak kasus di dunia nyata tentang praktik penipuan online dan perdagangan buruh.

“No More Bets” tak hanya menyajikan hiburan sinematik, tetapi juga kritik sosial yang relevan. Film ini terinspirasi dari kasus nyata kejahatan serupa di Asia Tenggara. Dengan gambaran yang realistis, penonton diajak untuk waspada terhadap bahaya iming-iming pekerjaan di luar negeri serta jeratan judi online.

Performa para aktor patut diacungi jempol. Zhang Yixing berhasil memerankan karakter Pan Sheng dengan baik, menampilkan perjuangan dan keputusasaan para korban yang terjebak. Sementara itu, Li Qin sebagai Anna Liang juga tak kalah mencuri perhatian.

Sutradara Ao Shen berhasil menjaga ritme cerita dengan baik. Tak ada adegan yang bertele-tele, semuanya terasa penting untuk mengulik dunia kelam perjudian online. Meski mengangkat tema yang berat, film ini tetap disuguhkan secara thrilling dan menarik untuk diikuti.

Film ini bisa memaksimalkan kesan tragis dari hancurnya hidup Tian. Fakta lain yang akan membuat miris penonton terungkap. Sasaran skema penipuan online tidak hanya masyarakat miskin atau yang kurang berpendidikan saja, tetapi juga kaum berada dan berpendidikan tinggi seperti Tian.

“No More Bets” adalah film wajib tonton yang menyukai genre thriller kriminal. Lebih dari sekadar hiburan, film ini menyadarkan penonton akan bahayanya penipuan online, perjudian, slot, dan sejenisnya. Dengan premis cerita yang relevan dan eksekusi yang apik, “No More Bets” menjanjikan pengalaman menonton yang menegangkan dan penuh pesan.

Belanja di App banyak untungnya:

Suara.com - Penipuan judi online dan investasi bodong yang telah terjadi di Kamboja setidaknya selama tujuh tahun terakhir menargetkan orang-orang dari negara-negara Asia Tenggara -termasuk warga negara Indonesia- yang membutuhkan pekerjaan.

Para korban terpikat oleh iklan lowongan pekerjaan di media sosial dengan iming-iming gaji tinggi dan persyaratan yang mudah. Mereka kemudian dipaksa bekerja dengan mengajak orang-orang berinvestasi ke dalam perjudian di Kamboja, yang memiliki regulasi lemah terkait ini.

Apabila gagal memenuhi target, mereka dipukuli dan dibiarkan kelaparan di ruang penyiksaan. Beberapa korban bisa bebas setelah membayar uang tebusan, yang didapatkan keluarga mereka dengan cara meminjam ke kerabat hingga rentenir.

Mereka yang tidak mampu membayar tebusan memilih bunuh diri atau dibunuh. Organ-organ tubuh mereka lalu dijual ke negara lain.

Baca Juga: Isu Jaringan Judi Online Ferdi Sambo, Ananta Rispo Bongkar 2 Bandar

Salah satu korban asal Vietnam, Chi Tin, kini menanggung utang senilai 88 juta VND atau sekitar Rp55,5 juta dengan bunga 20% per bulan dari rentenir.

Korban lainnya seorang gadis berusia 15 tahun, An (bukan nama sebenarnya), asal provinsi Ben Tre, Vietnam, dibebaskan dengan tebusan USD3.640 (Rp53,7 juta) setelah disiksa dan dijual ke tiga perusahaan.

Penipuan serupa di Kota Bavet, yang dikenal sebagai ibu kota perjudian di Kamboja, juga menjebak dan mempekerjakan 400 warga negara Vietnam serta negara-negara lainnya, termasuk 62 warga negara Indonesia dan 66 warga negara Thailand, yang baru-baru ini berhasil diselamatkan.

Ini adalah kisah Tin. Dia menceritakan kejengkelannya, yang berawal dari obrolan singkat di aplikasi pengiriman pesan Zalo, setelah dia melihat iklan lowongan pekerjaan di Facebook.

Baca Juga: Ada Dugaan Oknum Polisi Terima Aliran Duit Judi Online, PPATK Bilang Begini

Lowongan pekerjaan itu mensyaratkan keterampilan mengetik dengan upah sekitar US$900 atau Rp13,2 juta per bulan.

Percakapan melalui pesan singkat

Tin: “Bisa kah Anda jelaskan informasi lebih lanjut soal lowongan pekerjaan ini?”

Penipu: “Ya, Anda akan bekerja penuh waktu di Kamboja dengan gaji 23 juta VND (Rp14,5 juta) per bulan. Perusahaan menyediakan tempat tinggal dan makanan. Kontraknya selama enam bulan dengan 15 hari libur.”

Tin: “Saya tidak memiliki keterampilan komputer seperti Microsoft Excel, tapi saya bisa mengetik dengan cepat.”

Penipu: “Jangan khawatir. Perusahaan akan melatih Anda. Anda akan bekerja selama sembilan jam per hari dan libur pada hari Minggu.”

Tin: “Tapi ada banyak peringatan untuk mewaspadai “pekerjaan mudah bergaji tinggi”. Saya akan pikirkan baik-baik dulu, setelah itu saya akan mengabari Anda.”

Penipu: “Perusahaan saya kredibel. Anda bisa berkunjung dulu ke sini, lalu memutuskan setelahnya. Besok ada kunjungan orang-orang Vietnam ke perusahaan. Apakah Anda mau bergabung dengan mereka? Kami bisa menjemput Anda di bandara Tan Son Nhat.”

Tin: “Oke, ini nomor telepon saya, tolong sampaikan ke sopir bahwa saya akan sampai di sana jam 10 pagi.”

Pada 22 Juni, seorang sopir menjemput saya di dekat Bandara Tan Son Nhat dan membawa saya ke Provinsi Long An untuk menjemput seseorang.

Saya bertanya kepada sopir, mengapa kami tidak mengarah ke perbatasan Moc Bai. Dia bilang, kami harus menghindari pemeriksaan keamanan.

Dia mengatakan bahwa dia akan membawa saya ke Kamboja dan menunggu di sana, lalu mengantar saya pulang. Kecurigaan saya pun hilang. Setelah itu, kami menuju perbatasan Binh Hiep.

Chi Tin dibawa ke perlintasan perbatasan di Binh Hiep.

Di perlintasan perbatasan, saya diminta menempuh jalur zig zag menggunakan ojek melewati persawahan untuk masuk ke wilayah Kamboja.

Begitu kami sampai, ada seorang sopir dan seorang anak laki-laki berusia 17 tahun menunggu kami di dalam mobil putih berkapasitas tujuh penumpang dengan plat nomor Kamboja.

Mereka membawa kami ke sebuah perusahaan China di Kota Bavet, yang berdekatan dengan perlintasan perbatasan Moc Bai.

Perusahaan itu berlokasi di kawasan seluas 5.000 m² dengan banyak gedung. Setiap gedung dimiliki oleh dua hingga tiga perusahaan.

Gerbang utamanya berupa pintu dengan dua lapis besi. Pada jarak 50 meter, terdapat gerbang lainnya dengan pos keamanan terletak di sisi kanan.

Setelah menyusuri gedung, ada sebuah pintu menuju kantor dan satu pintu lainnya menuju ke flat.

Flat yang disediakan terlihat seperti asrama pelajar dengan ranjang-ranjang susun.

Terdapat sejumlah pekerja dan penjaga. Para penjaga rutin berpatroli dari gedung ke gedung.

Ada seorang perempuan Vietnam yang mengecek paspor dan sertifikat vaksin Covid kami.

Setelah itu, dia mengecek berapa banyak kata yang bisa kami ketik dalam semenit. Dia tidak menyodorkan kontrak kerja maupun mendiskusikan gaji seperti yang dijanjikan.

Perempuan itu kemudian menyuruh kami beristirahat dan memberi sabun mandi, krim, serta sikat gigi. Dia meminta saya untuk mulai bekerja esok harinya pada pukul 10 pagi.

“Saya datang ke sini untuk berkunjung dalam sehari, bukan untuk bekerja dan sopir akan mengantar saya pulang ke Vietnam,” kata Tin.

“Saya datang ke sini untuk berkunjung dalam sehari, bukan untuk bekerja dan sopir akan mengantar saya pulang ke Vietnam," kata Tin.

Perempuan itu menjawab, “Kamu dijebak oleh mereka dan saya sudah membeli kamu seharga US$2.400 (Rp35,5 juta)”

“Kamu dijebak oleh mereka dan saya sudah membeli kamu seharga US$2.400 (Rp35,5 juta)," jawab perempuan itu.

Esok harinya, saya harus bekerja selama 12 jam mulai pukul 10 pagi dengan waktu istirahat selama 30 menit pada jam 11 siang dan 5 sore.

Mereka memberi saya kartu SIM dari operator Vietnam seperti Viettel, Vina, dan Mobifone untuk membuat akun Zalo dengan foto laki-laki tampan dan perempuan cantik.

Saya diajarkan cara berbicara, berkonsultasi dan mengobrol. Saya harus menghubungi 15 orang setiap hari. Setidaknya lima dari mereka harus menyetorkan uang ke permainan judi, taruhan, dan lotere online sebesar 100 VND hingga 50 juta VND (Rp31,7 juta).

Saya juga harus bisa mengajak tiga sampai lima orang Vietnam untuk datang ke perusahaan kalau saya ingin pulang ke rumah.

Manajer meminta saya bekerja dengan patuh, tidak melawan, dan tidak melarikan diri. Kalau tidak, saya akan dibawa ke ruang penyiksaan untuk disetrum dan dipukuli. Kalau saya bekerja dengan baik, saya akan baik-baik saja.

Tetapi, banyak yang bercerita kalau saya tidak bisa memenuhi target, saya akan dibiarkan kelaparan dan dipukuli.

Tin: "Berapa banyak uang tebusan untuk membebaskan saya?"

Manajer: “US$2.600 (Rp38,5 juta)”

Manajer: “Kalau kamu bertahan dan tetap bekerja, tidak apa-apa, tapi sekarang kamu meminta keluar, perusahaan menilai kamu tidak mau bekerja, jadi dalam satu sampai dua hari kamu harus mentransfer uang ke perusahaan. Jika tidak, perusahaan akan menjualmu ke Sihanoukville atau Phnom Penh, bahkan menjualmu ke Thailand untuk menyelundupkan organ-orang tubuhmu.”

Mereka memberi saya sebuah kartu SIM, sehingga saya bisa mengabari keluarga saya untuk membayar tebusan.

Keluarga saya meminjam uang 88 juta VND (Rp55,5 juta) dari rentenir demi membebaskan saya.

Ketika uang tebusan sudah ditransfer, mereka memaksa saya menghapus semua data telepon.

Manajer meminta Tin menghapus seluruh bukti-bukti.

“Saya takut mereka hanya akan mengambil uang tebusan, lalu menjual saya ke perusahaan lain. Jantung saya berdebar dan saya khawatir.”

Saya bertanya kepada manajer dan dia meyakinkan saya, bahwa ini adalah perusahaan bereputasi, kata dia.

Pada 25 Juni, keluarga saya datang ke perbatasan Moc Bai dan menunggu saya di gerbang perusahaan.

Mereka pun membawa saya melewati empat lapis pemeriksaan keamanan untuk keluar dari gedung dan menemui keluarga saya.

Saya menangis begitu melihat ibu saya. Dia sudah tua dan tampak sangat khawatir. Saya bersyukur atas usaha ibu dan kakak laki-laki saya untuk menyelamatkan saya.

“Ibu dan kakakku tersayang, terima kasih karena tidak pernah menyerah denganku.”

Kami pulang ke Vietnam pada hari itu juga. Saya beruntung bisa kembali ke rumah dengan selamat.

Pancingan Kemenangan Berujung Jatuh di Lembah Utang

Pria berinisial DA (35) warga Kecamatan Purbaratu Kota Tasikmalaya, terjerat judi online setelah sebelumnya hanya berniat untuk sekadar iseng. Pancingan kemenangan, menjeratnya hingga jatuh di lembah utang.

Butuh waktu 4 tahun bagi DA sebelum akhirnya tersadar bahwa judol telah menghancurkan kehidupannya. Kesadaran itu pun muncul setelah harta bendanya ludes, kekuatan finansialnya rontok hingga untuk sekedar makan pun sulit.

DA sendiri adalah seorang pegawai swasta. Sebelum terjerumus judol dia tergolong mapan untuk ukuran pria muda. Penghasilannya berkali lipat dari UMR Kota Tasikmalaya. Tabungan bekal masa depan, kendaraan, ponsel mentereng, dia sudah dia punya.

Kini semua itu ludes, bahkan malah menimbulkan utang yang harus dia selesaikan. Berdasarkan perhitungannya, kerugian atau kekalahan yang dialami selama kurun waktu 4 tahun itu lebih dari Rp 200 juta.

"Yakin bahwa judi itu adalah candu. Untuk berhenti tidak sesederhana orang bayangkan. Kegilaan-kegilaan terjadi berulang, logika seperti hilang," kata DA, Selasa (25/6/2024).

Dia mengatakan mulai mengenal judol sekitar September 2020. Di masa pandemi COVID-19 itu dia melihat temannya bermain judol jenis slot. Cerita menang banyak dari teman, membuat DA mulai coba-coba membuat akun dan mengadu peruntungan.

"Main sejak September 2020, pas pandemi. Awal tahu dari teman, saya deposit Rp 90 ribu. Saya langsung menang hingga Rp 3 juta lebih," kata pria berjambang ini .

Kemenangan perdana itu membuat dia mulai keranjingan bermain. Iseng-iseng berhadiah, demikian istilah pembenar yang ada di pikiran DA atas hobi barunya itu.

"Waktu itu ya saya tahulah slot itu judi, tahu judi itu dilarang agama, tahu melanggar pasal 303 KUHP. Saya tahu, tapi kan ini istilahnya ini permainan privat, mudah menyembunyikan dari orang lain. Terus pikir saya juga ya sekedar iseng-iseng berhadiah," kata DA.

Menurut dia taruhan yang dia keluarkan awalnya relatif terkendali, uang yang dia pertaruhkan adalah uang "bubuk" di rekening tabungan. "Asalnya pakai uang "bubak-bubuk", misalnya punya saldo Rp 10.300.000, nah yang dimainkan yang Rp 300 ribunya," kata DA.

Namun setelah larut dalam permainan dengan segala dinamikanya, perlahan DA dia keranjingan. Menang besar atau kalah besar menjadi cerita hari-harinya, karena tiada hari tanpa judol. Lingkar pertemanan yang juga memiliki kebiasaan yang sama, semakin membuat DA jatuh lebih dalam ke dalam candu judol.

"Circle pertemanan juga mungkin berpengaruh. Foya-foya ketika menang, dibully ketika kalah. Terus saling berbagi tips dan info situs gacor (dianggap mudah menang). Itu semua kan bikin kita semakin panas ketika kalah, atau jumawa ketika menang," kata DA.

Di fase ini menurut DA, dia larut dalam asumsi-asumsi yang sebenarnya tak logis. Misalnya asumsi bahwa kalau bermain dini hari pasti akan menang, atau merasa mampu menganalisa algoritma sistem permainan hingga menghitung hari mujur.

"Ya namanya orang sudah mabuk judi, kita terjebak dalam asumsi atau keyakinan hawa nafsu kita sendiri. Padahal semuanya palsu, pada akhirnya tetap saja uang kita disedot bandar," kata DA.

Asumsi lain yang menurut DA memiliki daya rusak besar adalah keyakinan bahwa jika ingin menang besar maka taruhannya harus besar pula. "Jadi kita berpikiran kalau ingin menang besar harus depo besar. Gara-gara itu saya mulai depo jutaan rupiah, padahal itu semuanya tipu daya bandar," kata DA.

Di sisi lain kebiasaan bermain judol perlahan telah membuat pola hidup DA berubah. Dia tak lagi fokus kerja, karena dalam pikirannya menang judol jauh lebih menguntungkan ketimbang bekerja. "Kebetulan saya kerja bagian lapangan, jadi agak longgar. Begadang terus-terusan, kerja sudah tak fokus, hidup mulai ngaco, asal ada duit langusng depo," kata DA.

DA mengaku dirinya seakan terobsesi oleh kemenangan-kemenangan besar atau kemenangan ajaib yang pernah dia dapatkan. Pengalaman ini pula yang menurut dia turut menghipnotis logikanya sehingga tak henti bermain.

DA mengatakan rekor kemenangan terbesar yang dialaminya mencapai Rp 49,2 juta dengan taruhan Rp 169 ribu. Dia bahkan masih menyimpan tangkapan layar kemenangannya itu, sehingga bisa diketaui detail bahwa kemenangan "gemilang" itu terjadi pada Jumat 8 Juli 2022 pukul 01.33 WIB. "Ini masih saya simpan tangkapan layarnya," kata DA.

Pengalaman manis lain yang dia dapatkan adalah kemenangan ajaib, di mana saat itu dia bertaruh Rp 10 ribu dan berhasil menang Rp 5 juta lebih hanya dalam waktu tak lebih dari 30 menit. Dia juga mengaku pernah menang di saat-saat krusial membutuhkan uang untuk modal menikah di tahun 2022. "Jadi bayangan kemenangan-kemenangan itu yang ada di pikiran, makanya terus-terusan main, terus merasa yakin akan menang," kata DA.

Ironisnya ketika menang besar, DA merasa dirinya berubah menjadi orang yang tak menghargai uang, berlagak bak jutawan serta menjadi tamak. "Ya pastilah foya-foya, tapi yang paling kacau adalah rasa tamak. Setelah menang besar kita taruhkan kembali, berharap bisa menang lagi, padahal ujungnya malah jadi kalah," kata DA.

Setelah kurun waktu 2 atau 3 tahun, DA mulai menyadari harta bendanya ludes. Tak hanya itu dia juga mulai bermasalah dengan cicilan utang. "Gadaikan sertifikat tanah orang tua Rp 25 juta, belum pinjaman-pinjaman di BPR dan teman. Kalau barang-barang mah sudah jelas, motor totalnya 5 unit, tabungan ludes," kata DA.

Sadar hidup sudah rungkad, tak serta merta membuat dia berhenti. Fatamorgana berupa dapat duit cepat dari judol masih menutup mata hati dan pikirannya. Asal dapat duit dia pertaruhkan, bahkan uang untuk makan pun dia pertaruhkan. Sehingga tak jarang dia harus menahan lapar karena uang makan ludes disedot bandar judol.

"Motor sudah tak punya, akhirnya ponsel pun digadaikan untuk depo, mainnya pinjam ponsel teman. Sering kalah, jadi berminggu-minggu tak punya ponsel. Terbeli lagi ponsel, begitu lagi. Kadang jadi joki atau dimodali teman, menang dapat komisi," kata DA.

Lama terjebak dalam candu judol sehingga kehidupannya berantakan, DA akhirnya tersadar. Dia kini mulai menata kembali kehidupannya dan bertekad untuk meninggalkan judol. Sayang dia enggan membahas momentum titik balik atau detail peristiwa yang membuat dia akhirnya tersadar.

"Ada lah momen dan situasi yang membuat saya sadar dan berusaha berhenti main judol. Minta doanya saja, agar saya bisa benar-benar berhenti dan membereskan kekacauan hidup akibat judol. Intinya jangan pernah coba-coba main judol, bahaya, bandar tak akan pernah kalah," kata DA.

Senang Karena Menang, Sekali Kalah Terkuras Harta Benda

Judi online segelintir masyarakat tergiur dengan keuntungannya. Padahal para penggunanya kerap mengalami kekalahan hingga terkuras harta benda.

Salah satu yang yang pernah bermain judi online adalah dua warga Kabupaten Bandung. Dua warga tersebut berinisial HM (30) dan KC (28). Keduanya sempat bermain judi online dan saat ini telah memutuskan untuk berhenti.

Keduanya sempat berbincang dengan detikJabar. Mereka bercerita bagaimana manis dan pahitnya kala bermain judi online. Pada awalnya biasanya kerap mendapatkan keuntungan yang luar biasa.

HM mengatakan awal mengetahui situs judi online tersebut dari temannya pada tahun 2020 silam. Kemudian dirinya penasaran dan akhirnya mencoba.

"Setelah buat akun sendiri, langsung mencoba. Katanya kalau akun baru atau awal-awal suka dikasih menang. Saya awalnya deposit Rp 20 ribu, menangnya 10 kali lipatnya sekitar Rp 200 ribu," ujar HM, saat ditemui detikJabar, Rabu (26/6/2024).

HM mengaku senang saat pertama kali langsung menang. Setelah itu dirinya langsung kecanduan bermain. Dengan deposit yang tidak terlalu besar.

"Setelah itu mulai aja main. Tapi ada naik turunnya. Kebanyakan mah turun dibanding menang. Selama bermain saya suka deposit sebesar Rp 20 ribu sampai Rp 50 ribu," katanya.

Dalam kesehariannya, HM bekerja di salah satu perusahaan di Kota Bandung. Dirinya kerap bermain saat waktu kosong atau sepulang bekerja.

"Paling besar pernah bisa menang Rp 1,5 juta. Dengan deposit Rp 50 ribu. Setelah itu mah turun aja, uang pendapatannya," jelasnya.

HM mengaku uang keuntungan dari judi online kerap digunakan untuk keperluan merokok hingga mabuk-mabukkan. Sehingga uang tersebut selalu habis tidak tersisa.

"Buat jajan aja, kadang buat makan juga. Makanya itu uang mah buat saya pribadi aja, saya enggak pernah kasih ke orang tua. Karena saya sadar itu mah uang haram hasil judi online, gak berkah lah," ucapnya.

Menurutnya dalam bermain judi online tidak sampai berbuat kriminal. Pasalnya dirinya bermain tidak menggunakan uang gaji selama bekerja.

"Saya mah suka pakai uang bonus lah ada. Itu pun yang dipakainya gak gede saya mah mainnya," jelasnya.

"Saya cuma maen slot aja. Pernah nyobain togel online, cuma asal nebak aja. Jadi gak menang-menang," tambahnya.

HM menjelaskan dalam bermain judi online lebih banyak mengalami kekalahan. Bahkan dirinya mengaku mengalami kerugian jutaan rupiah.

"Perkiraan rugi akibat judol mah ada sekitar Rp 5 juta. Itu yang membuat saya menyesal dan tidak bermain lagi," bebernya.

Setelah sadar banyak mengalami kerugian, HM memutuskan berhenti untuk bermain judi online pada tahun 2022 silam. Setelah itu dirinya bisa menata hidup dan bisa menikah pada tahun 2023.

"Mulai berhenti satu tahun sebelum menikah. Karena uang dari situ mau segimana besar juga cepet habisnya. Pernah yang dapet jutaan itu juga gak tahu kemana habisnya. Pas udah berhenti mah alhamdulillah, rezeki mah ada tetap disyukuri," kata HM.

"Iya saya sadar aja. Jadi gak berkah uangnya," lanjutnya.

Dia berharap pemerintah bisa memblokir situs-situs tersebut. Pasalnya hingga saat ini situs tersebut masih bisa dibuka.

"Anehnya beberapa situs masih bisa diakses. Harusnya pemerintah bisa memblokir situs-situs tersebut. Jadi situsnya ada slot, togel, roulette, kasino, tebak skor bola, banyak lah macem-macem. Cuma yang sering mah slot," tuturnya.

Sementara itu, salah satu mantan pemain judi online lainnya adalah, KC (28). Sama halnya dengan HM, KC memulai bermain setelah melihat temannya dan memutuskan bermain tahun 2021 silam. Dengan deposito awal Rp 30 ribu.

"Depo awalnya Rp 30 ribu, dan langsung menang Rp 1,5 juta. Itu teh sekali main langsung dapet segitu. Setelah itu langsung ketagihan. Punya uang, langsung depo, punya uang, depo, terus aja gitu," ucap KC.

KC menjelaskan setelah itu dirinya merasa ketagihan. Kemudian uang kemenangan pertama langsung digunakan bermain kembali. Namun hasilnya tidak sebesar bermain pertama.

"Selanjutnya mah dapetnya cuma Rp 300 ribu, Rp 500 ribu, enggak besar lagi kaya yang pertama. Dalam perjalanannya malah lebih banyak kalahnya," ungkapnya.

KC mengaku sempat mengalami stres saat bermain judi online. Bahkan dirinya sempat meminjam ke pinjaman online.

"Selama bermain judol saya sampai harus pinjem ke pinjaman online. Saya pinjem ke pinjol buat depo aja. Wah jadi tambah pusing sebenarnya mah," bebernya.

Lamanya bermain, membuat dirinya tersadar dan akhirnya memutuskan berhenti tahun 2023. Pasalnya dirinya telah mengalami kerugian hingga jutaan rupiah.

"Kerugian kalau dihitung-hitung sampai Rp 10 juta mah ada. Saya berhenti sekitar tahun 2023 lah. Kalau diteruskan gak akan bener," ucap KC.

Dia menambahkan yang membuat dirinya bermain adalah lingkungan. Setelah dirinya memutuskan menjauh, akhirnya bisa berhenti dan tidak menggunakannya lagi.

"Jadi dulu yang membuat saya judol adalah lingkungan. Pas saya sudah menjauh dari lngkungan tersebut, alhamdulillah bisa berhenti. Yang ngajak saya mah masih main sampai sekarang," tuturnya.

"Setelah berhenti kerasanya enak aja. Gak ada pikiran bayareun. Jadi punya uang itu sekarang mah betul-betul dipake makan aja," pungkasnya.

Tak digaji, disiksa, dan disetrum

Selama bekerja di perusahaan itu, Rendi mengatakan dia tidak pernah digaji.

Dengan dalih kinerjanya tidak memenuhi target, Rendi pun diopor-opor di antara tiga perusahaan tanpa digaji.

“Dibilang customer saya kurang lah, target dari customer itu kurang, tapi nyatanya setelah saya keluar pun mereka tetap pakai customer saya.”

“Teman-teman yang sudah punya target juga, dia dioper lagi, dijual lagi ke perusahaan lain. Hanya dimanfaatkan saja, dikuras saja,” tutur Rendi.

Selama di perusahaan itu, Rendi juga mengaku pernah mengalami kekerasan, namun dia belum bisa mengungkapkannya secara rinci.

“Saya masih trauma. Ada beberapa teman yang… meninggal juga [disiksa].”

Penyiksaan seperti disetrum dan diborgol, kata dia, menjadi hal yang umum dibicarakan antar para pekerja bila dianggap tidak bekerja dengan baik dan memenuhi target. Situasi itu pula yang mendorong Rendi mencari cara untuk keluar dari perusahaan itu.

Namun, apabila dia mengundurkan diri, Rendi harus membayar penalti sebesar USD11.000 (Rp163,5 juta) kepada perusahaan.

Rendi akhirnya mencari cara untuk kabur. Suatu hari, di tengah hujan, ketika dia berada di luar karena hendak dipindahkan ke perusahaan serupa lainnya, Rendi berhasil kabur.

Dia langsung mencari angkutan umum untuk pergi ke ibu kota Pnom Penh dan mendatangi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).

Pada 2 Agustus 2022, Rendi akhirnya berhasil pulang ke Indonesia.

Teks dan produksi oleh Bui Thu dan Aghnia Adzkia, disunting oleh Bruno Garcez dan Giang Nguyen, ilustrasi oleh Davies Surya, desain oleh Arvin Supriyadi, pengembangan oleh Ayu Widyaningsih Idjaja dan Scott Jarvis

Berkedok hubungan asmara

Rendi diminta untuk mendekati orang-orang yang potensial mencari korbannya dengan membangun pertemanan.

Dia harus mencari tahu keseharian hingga pekerjaan korban, bahkan membangun hubungan asmara dengan calon korbannya.

Untuk meyakinkan para korban bahwa pelaku ini “nyata”, perusahaan pun bersedia memodali.

“Misalnya kalau dia minta sampai kirim bunga, kalau memang dia potensinya besar, itu akan dikirim. Bos enggak masalah. Apalagi kalau [korban] sudah investasi,” ujar Rendi.

Apabila target sebesar USD35.000 sudah tercapai, maka mereka pun akan memutuskan komunikasi dan menghilang dari korban.

Uang itu didapat dengan menjebak korban menyetorkan uang untuk investasi bodong, menjual tiket palsu pertandingan Piala Dunia Qatar, atau belanja online di platform e-commerce palsu tanpa pernah mengirimkan barangnya.